Selasa, 19 Mei 2015

Perindu Senja

Kekasih. mendekatlah dan merebahlah indah di dadaku, ingin ku kisahkan padamu akan kesahku, tak mungkin ku adukan resah pada gelisah.

Akan ku adukan gelap malam pada terang siang, karena semua terluka dalam putaran waktu, segalanya berurai airmata duka dalam senyap keheningannya, hanya padamu keluh-keluh berpeluh mengaduh.

Rasanya senja itu telah menghampiri, tangannya seakan memanggil-manggil untuk kembali. bagaikan pisang tua yang melambaikan pelepahnya, memberi isyarat rahasia. Kelopak pagi baru saja mekar, putaran bumi belum sampai separuh, dan lembaran buku baru saja di buka.

Aku masih saja menjadi pejalan malam, mencari kayu bakar di belantara kegelapan, yang di kerumuni duri-duri belukar semak tamak membiak di kelilingi ganasnya serangga-serangga malam yang siap memaksa untuk ku kucurkan darah dari kepalan jantung. Pohon kekar tinggi menjulang bagai pedang yang siap menantang perang, dan langkahku tertatih di dalamnya tanpa pelita penuntun jalan.

Aku masih bersenda gurau di tanah kepedihan ini, terbuai dengan aroma harum mawar namun tak pernah memetiknya, hanya kata-kata puja yang kurangkai dalam keindahan sajak-sajak cinta atau tembang rindu selalu kupuji wangi melati namun saat malam aku tenggelam dalam tasbih-tasbih fana, dan peraduan pun sepi dari semerbak aroma kucium rekah tanah sebagai darma, namun jiwa masih ku kecupkan pada membisu debu, hingga menjelaga melebihi hitam malam.

Hatiku masih terbolak balik, kekasih! Seperti debu diterbangkan semilir takdir dan saat sepenggalah terjebak di pusaran badai kepedihan, entah kemana akan dihempaskan dan kembali merebah ditanah indah? Atau tersangkut di pucuk-pucuk daun dan menunggu gerimis hujan untuk menurunkan kembali seperti semula atau bahkan musim gugur yang membuat berjatuhan di kubang duka.

Masih terombang-ambing perahu retak ini di tengah lautan dan selembar layar warnanya mulai mengusam dihisap musim yang datang bergantian, setiap sudutnya kini sudah mulai robek di cakar tajamnya kuku-kuku waktu berlalu yang terus mengajak berjibaku.

Gemuruh gelombang adalah irama kehidupan yang menyenandungkan lagu luka, saat menghujam-hujamkan sakit pada runcing karang dan menghempaskan senja pada kerasnya sang batu. Serasa meremukkan tulangbelulang harapan, entah kapan akan mengantarkan sampai ke ranjang madu?

Jika bukan kerinduanku padamu, tentu sudah kutepis gerimis pilu.
jika bukan karena cinta, takkan kurelakan hati melara.
Tetaplah bersanding disisi ini kekasih, jangan berpaling tetaplah terbaring.
Aku hanyalah untaian kata dari sang Perindu Senja dibalik langit beralas jingga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar